Senin, 27 Februari 2017

Beda ما dan ﻻ

Akhirnya ketemu
Ada kalimat ما أشرب قهوة dan ﻻ أشرب قهوة.
Huruf ما dan ﻻ sama2 huruf nafiyah.
ما أشرب قهوة
Maksudnya saya tidak minum kopi (sekarang)
ﻻ أشرب قهوة
Maksudnya saya tidak minum kopi (karena kebiasaannya tdk minum kopi)

 pernah dapat faedah dari salah seorang ustaadz..
Kalau perbedaan ما أدري dan لا أدري itu penggunaannya seperti yg dijelaskan diatas..

Ada tambahan faedah dikit :
لا النافية قد تنفي المضارع في الزمن الحالي إذا دل عليه دليل ،
نحو : لا أذهب الآن ،
ونحو : لم لا تأكل فالطعام لذيذ ؟
Laa nafiyah menafikan fi'il mudhari di waktu sekarang apabila menujukkan bukti.
Contoh لا أذهب الآن ، 

Allaahu a'lam.. ^^

Sabtu, 25 Februari 2017

Wajah oh wajah

Bagi wanita itu,... Wajah emang sesuatu bgt.  Apalagi kalo ngaca pasti yg dilihat wajahnya duluan.  Meski sering ngaca kadang lupa baca doa "Allahumma kamaa ahsanta kholqii fa ahsin khuluqi".. : (
Kalo ada masalah wajah,  bagi ibu2 kayak saya nih seringnya jerawat,  muka berminyak,  ada flek hitam,  kusam etc.  Mungkin karena jarang ngebersihin muka kali ya sama kalo keluar g pake pelindung wajah,ditambah faktor hormon,  stress jg.  Mau ngebersihin sebentar,  anak udah beraksi. Jd kadang asal ngebersihin aja atau g ngebersihin wajah.  Cukup cuci muka&wudhu tiap sholat : ).
Mau perawatan sebentar, tp diglendotin anak.  Kalo anak tidur,  kdg ikutan tidur juga. Hehe (kpn perawatannya...)
Paling enak klo perawatan itu yg simple tapi hasilnya bagus. #ngarep
Yg penting, bagaimanapun perawatan utk fisik kita, jangan lupakan yg utama yaitu merawat iman kita agar semakin taat kepada Allah. Merawat fisik diniatkan untuk memelihara ciptaan Allah, menyenangkan hati suami,  bukan untuk dipamerkan kecantikannya agar orang lain kagum.
Nasihat utk diri

Menikah itu...

menikah itu....bukan sekedar keinginan karena telah mengetahui bahwa saudari-saudari kita akan menikah atau telah menikah.
menikah itu.... bukan sekedar merasa sudah pantas (umur) menikah tapi tidak segera menikah.
menikah itu...bukan sekedar karena dorongan orang lain dengan mengatakan, "ayoo, kamu cepet nikah aja"...
tapi, menikah itu adalah dorongan dari hatimu sendiri karena ingin menjaga kemulianmu sebagai wanita. menikah itu keinginan dari hatimu untuk beribadah dan mendekatkan diri kepadaNya.
Husnuzhon billah, bahwa Allah telah menyiapkan seseorang yang baik bagi dirimu sebagai seorang wanita yang ingin tetap istiqomah di jalan Nya.
jika engkau belum menikah, manfaatkan waktumu untuk membekali diri dengan mencari ilmu dan hal-hal yang bermanfaat lainnya untuk bekal sebelum menikah. manfaatkanlah waktu "single"mu untuk lebih berbakti kepada orang tua, karena setelah menikah nanti bakti pertamamu adalah terhadap suamimu.
tetaplah istiqomah di jalan Allah...

Curcol malam

Dalam menghadapi hidup, sabar&syukur memang berjalan beriringan.
Sejak melahirkan anak ke2 bulan oktober tahun lalu, penyesuain mengurus 2 batita memang kdg menguras emosi.  Ditambah pasca melahirkan, emosi ibu kdg tidak stabil. Teringat nasihat ibu, menghadapi anak harus sabar...
Ketika masih mengurus si adek misal ganti popok, menyusui,  terkadang si kakak cari perhatian ibunya dg meminta sesuatu,  kalau saya bisa melakukan sambil menyusui, maka saya akan membantunya.  Jika tidak, saya minta dia utk sabar menunggu mengurus adiknya selesai.  Masa itu jg sedang toilet training si kakak.  Kalau lg "kagol",dia sering ngompol.  Padahal sebelumnya bisa ngasih tanda/bilang. Kadang ngompolnya sambil berdiri, sehingga mainan, buku didekatnya kena ompol.padahal saya sedang menenangkan adiknya T. T. Betapa semua ilmu parenting itu tidak ada gunanya ketika tidak bisa menguasai emosi dan harus tetap sabar.  Harus selalu ingat anak itu ujian&kenikmatan.
Ketika sedang sholat, adik didekat kakaknya.  Saya bilang ke kakaknya, "umma sholat dulu, mbk jagain adik ya" . Yah namanya anak kecil, usilnya muncul.  Dia ngusilin adiknya, awal2 cm pegang2, lama2 dia malah mukul sambil ketawa sampai adik nangis, atau main "cilukba" pake bantal bayi&bantalnta ditaruh di wajah adiknya T. T, sehingga terpaksa saya membatalkan sholat krn kakak melakukan hal yg bahaya.
Saya kdng susah menahan emosi,  jika sdh sama2 tenang, kakak dikasih tahu bahwa hal tsb bahaya&tidak baik.
Pernah pula ketika kakak tantrum, nangis guling2,  lalu adik jg nangis kenceng. Saya praktekan ilmu menangani anak tantrum dg membiarkan sejenak, lalu memeluknya dr belakang.  Kakak pelan2 tenang, lalu adik nangis,  kakak ikutan nangis lagi.  Adik nangis semakin kenceng sampai teriak2, kakak masih nangis,  akhirnya saya biarkan semua dulu (bingung soalnya, hehe sambil saya menenangkan diri).  Lalu tiba2 kakak menunjuk adiknya yg sedang nangis lalu berdiri dari pangkuan saya, mengisyaratkan utk menolong adiknya dulu.  Setelah memangku adik, dia duduk di dekat saya&agak tenang. Alhamdulillah, kakak belajar mengalah tanpa diminta.
Meski kakak sudah 32bln, blm lancar ngomong,tp kdg saya "melting",ketika ocehan2nya adalah penggalan2 ayat alqur'an yg sering ia dengarkan di murottal meski ucapannya kurang jelas, atau huruf hijaiyah/sesuatu yg saya ajarkan. Barakallahu fiihaa
Jika kakak susah dikasih tahu ketika melakukan hal yg bahaya, misal manjat kursi/meja,maka sy biarkan saja dulu agar dia bisa berusaha/mengatasi masalahnya. Jika jatuh&nangis maka saya meresponnya, "sakit? Bismillah, bismillah, ya Allah semoga maryam g sakit".sambil saya usap bagian yg sakit.  maka kakak lbh cepat tenang
Alhamdulillah, bersyukur memiliki anak yg normal, aktif, mau belajar, dan kdg mudah diatur.  Karena mungkin banyak orangtua yg masih menanti kehadiran anak, atau anaknya berkebutuhan khusus.
Kunci mendidik anak adalah sabar, ingat pahala dari Allah.

Wahai Ibu... Bersabarlah

Wahai Ibu... Bersabarlah

Menjadi seorang ibu adalah dambaan bagi wanita yang telah menikah.  Ketika rahim wanita telah ada janin yang akan menjadi anaknya,  betapa bahagianya ia akan menyambutnya.  Dengan perjuangan luar biasa ketika akan melahirkan,  rasa sakit itu tiba-tiba sirna ketika melihat buah hati dalam pangkuan. Hari-hari berlalu,  banyak tingkah laku anak yg menggemaskan  dan terkadang membuat ibu jengkel atau emosi. Seorang ibu hendaknya berusaha sabar dalam menghadapi anak-anaknya. Lalu bagaimana cara sabar menghadapi anak-anak?
1. Ikhlas, niatkan mengurus anak karena ibadah kepada Allah.
Tanyakan pada diri,  "Ibu,  bukankah dulu engkau memohon kepada Allah untuk diberikan keturunan? Betapa banyak wanita di luar sana yang mendambakan kehadiran seorang anak. Lantas,  mengapa engkau tidak bersabar? "
Anak adalah nikmat dan ujian.  Rawat dan didik anak sebaik-baiknya karena mentaati perintah Allah.
2. Ingat pahala dengan mendidik dan mengurus anak dan akibat yg muncul jika mendidik dengan baik.
3. Anak adalah modal bagi orang tua. Dari Abu Hurairah  berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Apabila seorang manusia meninggal dunia, maka akan terputuslah segala (pahala) amal kebaikannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat baginya dan anak shalih yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim)
4. Bentuk taat kepada suami.
Suami mempercayakan istrinya untuk merawat dan mendidik anak-anaknya di rumah.  Maka hendaknya dilakukan dengan baik.  Jika seorang wanita sholat lima waktu,  berpuasa di bulan ramadhan,  taat terhadap suami,  serta memelihara kemaluannya maka ia boleh masuk surga lewat pintu mana saja yang ia kehendaki.
5. Akan diminta pertanggungjawaban di akhirat, karena ia bertanggung jawab terhadap anak-anaknya.
Wahai Ibu,  bersabarlah.  Waktu bersama anak-anakmu tidaklah lama.  Seiring berjalannya waktu,  ia tumbuh dan bisa mandiri sehingga akan sedikit waktu bersamamu.  Manfaatkan waktumu bersama mereka,  didiklah anak-anakmu dengan baik karena ketaatanmu terhadap Allah.

20 Januari 2017
Bersama putri kecil yang terlelap

Wahai Ibu... Bersabarlah

Wahai Ibu... Bersabarlah

Menjadi seorang ibu adalah dambaan bagi wanita yang telah menikah.  Ketika rahim wanita telah ada janin yang akan menjadi anaknya,  betapa bahagianya ia akan menyambutnya.  Dengan perjuangan luar biasa ketika akan melahirkan,  rasa sakit itu tiba-tiba sirna ketika melihat buah hati dalam pangkuan. Hari-hari berlalu,  banyak tingkah laku anak yg menggemaskan  dan terkadang membuat ibu jengkel atau emosi. Seorang ibu hendaknya berusaha sabar dalam menghadapi anak-anaknya. Lalu bagaimana cara sabar menghadapi anak-anak?
1. Ikhlas, niatkan mengurus anak karena ibadah kepada Allah.
Tanyakan pada diri,  "Ibu,  bukankah dulu engkau memohon kepada Allah untuk diberikan keturunan? Betapa banyak wanita di luar sana yang mendambakan kehadiran seorang anak. Lantas,  mengapa engkau tidak bersabar? "
Anak adalah nikmat dan ujian.  Rawat dan didik anak sebaik-baiknya karena mentaati perintah Allah.
2. Ingat pahala dengan mendidik dan mengurus anak dan akibat yg muncul jika mendidik dengan baik.
3. Anak adalah modal bagi orang tua. Dari Abu Hurairah  berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Apabila seorang manusia meninggal dunia, maka akan terputuslah segala (pahala) amal kebaikannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat baginya dan anak shalih yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim)
4. Bentuk taat kepada suami.
Suami mempercayakan istrinya untuk merawat dan mendidik anak-anaknya di rumah.  Maka hendaknya dilakukan dengan baik.  Jika seorang wanita sholat lima waktu,  berpuasa di bulan ramadhan,  taat terhadap suami,  serta memelihara kemaluannya maka ia boleh masuk surga lewat pintu mana saja yang ia kehendaki.
5. Akan diminta pertanggungjawaban di akhirat, karena ia bertanggung jawab terhadap anak-anaknya.
Wahai Ibu,  bersabarlah.  Waktu bersama anak-anakmu tidaklah lama.  Seiring berjalannya waktu,  ia tumbuh dan bisa mandiri sehingga akan sedikit waktu bersamamu.  Manfaatkan waktumu bersama mereka,  didiklah anak-anakmu dengan baik karena ketaatanmu terhadap Allah.

20 Januari 2017
Bersama putri kecil yang terlelap

Jumat, 24 Februari 2017

Zainab binti Jahsy

Belajar dari kisah rumah tangga Zainab binti Jahsy
     Zainab binti Jahsy adalah salah satu istri Rasulullah.  Sebelum menjadi istri Rasulullah,  beliau dipinang oleh Rasulullah untuk anak angkatnya yaitu Zaid bin Haritsah. Namun sebelum mengambil keputusan untuk menerima pinangan tersebut, Zainab ingin mempertimbangkannya dahulu. Karena beliau berasal dari keluarga terhormat kaum Quraisy sedangkan Zaid bin Haritsah merupakan mantan budak.  Kemudian turun ayat: "Dan tidak pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin,  apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan,  akan ada pilihan (yang lain)  bagi mereka tentang urusan mereka.  Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata. (QS Al Ahzab 36). Akhirnya Zainab dan Zaid menikah.
    Di kehidupan rumah tangga mereka, ternyata tidak harmonis.  Zaid ingin menceraikan Zainab.  Rasulullah meminta Zaid untuk mempertahankan pernikahan mereka.  Namun Zaid tidak bisa kemudian menceraikan Zainab. Rasulullah kemudian menyampaikan kepada Zaid bahwa beliau menginginkan Zainab untuk menjadi istrinya.  Zaid bertemu dengan Zainab dan menyampaikan perihal tersebut.  Namun Zainab berkata "Aku tidakkakan memberi keputusan sebelum bermusyawarah dengan Allah".  Zainab mengira itu sekedar keinginan Rasul, bukan atas perintah Allah. Ini menunjukkan betapa besarnya ketergantungan beliau terhadap Allah.  Kemudian turun ayat :"Dan(ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berkata kepada orang yang telah diberik kenikmatan oleh Allah dan engkau telah memberi nikmat kepadanya, "Pertahankanlah terus istrimu dan bertaqwalah kepada Allah", sedang engkau menyembunyikan di hatimu apa yang akan dinyatakan Allag,  dan engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih berhak engkau takuti.  Maka ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya),  Kami nikahkan engkaudengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi)  istri-istri anak-anaknangkat mereka apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya terhadap istrinya.  Dan ketetapan Allah itu pasti terjadi."  (QS Al Ahzab:37)
    Pada zaman jahiliyah, menikahi mantan istri anak angkat adalah aib dan tidak pantas.  Dengan turun ayat tersebut,  syariat telah menjelaskan tentang bolehnya menikahi mantan istri anak angkat.  Zainab binti Jahsy adalah istri Rasulullah yang dinikahkan langsung oleh Allah melalui ayat tersebut.
Khusnul Rofiana

Temani Aku Bepergian

Temani Aku Bepergian
       Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Ta'ala atas segala nikmat yang telah diberikan. Shalawat dan salam kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam beserta keluarga, sahabat dan para umatnya yang senantiasa istiqomah di atas Sunnah.
       Wanita ibarat mutiara dasar lautan. Indah, terjaga, tidak sembarang orang bisa memilikinya. Rasulullah memerintahkan manusia untu memuliakan dan berbuat baik kepada wanita. Di antara sabdanya, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita...” (HR Muslim). Dan sabda beliau, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku.” (HR Tirmidzi, shahih)
        Allah menetapkan aturan-aturan terhadap wanita untuk menjaga dan memuliakannya. Diantara aturan-aturan bagi wanita adalah menutup aurat dan menetap di rumah agar ia terjaga dan terhindar dari fitnah. Allah berfirman “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59).
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu."(QS.Al Ahzab:33).
       Bagaimana jika ada kebutuhan yang mengharuskan wanita keluar rumah? Wanita boleh keluar rumah jika ada kebutuhan darurat. Misal dalam menuntut ilmu, memenuhi kebutuhan rumah tangganya (misal berbelanja) dengan syarat ia menutup auratnya, tidak tabarruj, tidak memakai wewangian, menjaga pandangannya serta menjauhkan diri dari ikhtilat. Lalu bagaimana jika wanita ingin bepergian keluar kota/negeri karena ada keperluan misal berkunjung ke keluarganya atau pergi berhaji? Islam memuliakan wanita sehingga ia perlu dijaga dan dilindungi kehormatannya dengan berbagai cara termasuk ketika bepergian/safar (menuju perjalanan ke suatu tempat,red)
Wanita bersafar disertai mahramnya.
       Wanita yang ingin bersafar harus ditemani mahram (laki-laki dewasa yang haram dinikahi selamanya. Misal ayah, saudara laki-laki, kakek, paman dll). Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seseorang itu bersafar selama tiga hari kecuali bersama mahramnya.” (HR. Bukhari-Muslim). Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Tidak boleh seorang wanita bersafar kecuali bersama mahramnya. Tidak boleh berkhalwat (berdua-duaan) dengan wanita kecuali bersama mahramnya.”Kemudian ada seseorang yang berkata, “Wahai Rasulullah, aku ingin keluar mengikuti peperangan ini dan itu. Namun istriku ingin berhaji.” Beliau bersabda, “Lebih baik engkau berhaji bersama istrimu.” (HR. Bukhari )
Apabila wanita yang ingin bepergian belum mendapatkan suami atau mahramnya, maka safarnya ditunda sampai ada mahram yang menemaninya.
Syaikh Utsaimin ditanya, apa hukum safar bagi wanita karena ada  pekerjaan yang menuntutnya untuk safar? Beliau mengatakan Haram. Jika tidak ada mahram maka janganlah bersafar.
       Mahram bagi wanita adalah laki-laki yang sudah baligh bukan anak kecil karena maksud disyari’atkannya mahram adalah penjagaan dan perlindungan kepada wanita. Berkata Ibnu Qudamah rahimahullahu: "Dan disyaratkan bagi mahram orang yang dewasa dan berakal." Imam Ahmad pernah ditanya: "Apakah anak kecil bisa menjadi mahram?" Beliau menjawab: "Tidak, sampai dia dewasa, karena dia belum bisa mandiri maka bagaimana dia keluar bersama wanita, karena tujuan dari adanya mahram adalah menjaga wanita, dan itu tidak terwujud kecuali dari orang yang sudah baligh dan berakal, maka camkanlah!”

Batasan Safar
Ada beberapa pendapat mengenai batasan safar. Antara lain sebagai berikut:
1. Jarak minimal suatu perjalanan dianggap/disebut safar adalah 4 barid = 16 farsakh = 48 mil = 85 km. Ini adalah pendapat Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Al-Hasan Al-Bashri, Az-Zuhri, Malik, Ahmad, dan Asy-Syafi’i. Dalilnya adalah riwayat dari Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas. “Adalah beliau berdua (Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas) shalat dua rakaat (qashar) dan tidak berpuasa dalam perjalanan 4 barid atau lebih dari itu.” (HR Al Baihaqi, shahih, dan HR Bukhari)
2. Jarak minimal sebuah perjalanan dianggap/disebut safar adalah sejauh perjalanan 3 hari 3 malam (berjalan kaki atau naik unta). Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Suwaid bin Ghafalah, Asy-Sya’bi, An-Nakha’i, Ats-Tsauri, dan Abu Hanifah. Dalilnya adalah hadits Ibnu ‘Umar: “Tidak boleh seorang wanita safar selama tiga hari kecuali bersama mahramnya.”(HR. Bukhari)
3. Safar tidak memiliki batasan dalam jarak. Jika dalam suatu perjalanan itu dianggap safar maka itu disebut sebagai safar (sesuai 'urf/kebiasaan masyarakat setempat). Ini pendapat madzhab Dhahiri dan yang dipilih oleh syaikh Islam Ibnu Taimiyyah serta Ibnul Qayyim.
       Dalam kitab i'laamul musaafirin karya Syaikh Utsaimin, menurut sebagian besar ulama kapan dikatakan safar jika diukur dengan jarak yaitu antara 81 atau 83 km. Sebagian ulama juga berpendapat bahwa safar itu sesuai 'urf/kebiasaan adat setempat. Misalkan fulan pergi dari tempat A ke B, masyarakat ada yang menganggap bahwa perginya si Fulan itu adalah safar tetapi masyarakat lain menganggap itu bukan safar.
Pendapat yang paling kuat –wallahu a’lam– adalah pendapat yang menyatakan bahwa batasan safar kembali kepada ‘urf (kebiasaan masyarakat setempat).
Syaikh Ibnu Baz jika ditanya masalah batasan safar beliau menjawab tolak ukurnya dengan jarak. Syaikh Utsaimin (murid syaikh Ibnu Baz) bertanya mengapa tolak ukurnya dengan jarak padahal tidak ada dari sisi dalil yang kuat? Syaikh Ibnu Baz memberi jawaban bahwa manusia (apalagi orang awam) butuh kepastian terkait bagaimana tolak ukur dikatakan safar. Karena banyak yang bertanya apakah dikatakan safar jika bepergian dari suatu daerah ke daerah lain. Sehingga jika tolak ukur safar dengan jarak mereka bisa memastikan apakah perjalanan mereka nanti safar atau tidak.
Hikmah safar ditemani mahram
        Adapun hikmah dilarangnya wanita safar tanpa mahram adalah untuk menjaganya dari kejelekan dan kerusakan serta melindunginya dari orang-orang jahat dan nakal karena wanita itu kurang akalnya, pikirannya, dan juga lemah dalam membela dirinya. Adanya mahram dalam safar akan melindungi dan menjaga seorang wanita dan mengurus segala urusannya. Sebab safar merupakan sumber keletihan dan kesulitan, sedangkan seorang wanita karena kelemahannya membutuhkan orang yang menolong dan mendampinginya. Jika seorang wanita bersama mahramnya maka tidak ada orang jahat yang berani mengganggunya sehingga kehormatan dan kemuliaannya tetap terjaga.
       Termasuk sesuatu yang bijak apabila wanita dilarang bepergian tanpa mahram yang bisa melindungi dan menjaganya. Oleh karena itu disyaratkan mahram tersebut sudah baligh dan berakal, tidak cukup mahram anak kecil atau orang yang kurang akalnya karena mereka tidak bisa menjaga/melindungi wanita tersebut.
       Lalu bagaimana jika wanita terpaksa safar tanpa mahram? Hukum asalnya wanita tidaklah boleh bersafar tanpa mahram. Wajib bagi mahram menemani wanita tersebut dalam keseluruhan safar. Tidak cukup sebenarnya misalkan jika mahram hanya menemani wanita tersebut sampai bandara, lalu mahram yang lain menjemput lagi di bandara berikutnya. Namun saat mendapati keadaan darurat, seperti itu dibolehkan. Ibnu Nujaim menyebutkan suatu kaidah fikih, “Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang." Apa syarat disebut darurat? Di antara syaratnya, tidak ada jalan lain kecuali dengan menerjang larangan demi hilangnya dharar (bahaya). Jika wanita terpaksa safar tanpa mahram karena mahramnya masih belum paham agama atau benar-benar tidak bisa menemaninya safar, maka wanita tersebut -semoga tidak mengapa- boleh safar jika perjalanan yang ditempuh dijamin keamanannya meskipun lebih baik safar beserta mahram.
       Hendaknya seorang wanita yang akan bersafar berusaha agar bisa ditemani mahram. Apabila belum ada mahram yang bisa menemani, jika safar bisa ditunda maka menunda safar sampai ada mahram itu lebih baik. Jika darurat harus safar segera dan tidak ada mahram maka berdoa meminta perlindungan kepada Allah serta diberi jalan keluar yang terbaik.
Wallahu a'lam
Khusnul Rofiana S.Si