Minggu, 21 Mei 2017

Ketika interview dengannya

mengharukan
Kisah ini adalah peristiwa di suatu hari yang dialami penulis ketika meng-interview akhowaat. Dengan semangat mereka mengikuti serangkaian tes untuk mencapai tujuan mereka, yaitu menjadi seorang pemandu yang ingin berbagi ilmu syar’i dengan adik-adik angkatannya. Subhanallah
Kisah ini saya tulis agar bagi siapa saja membacanya bisa mengambil hikmahnya.
Interview pertama…
Awal melihat akhwat ini, saya tidak menyangka akhwat tersebut benar-benar mendaftar jadi pemandu. Jika biasanya seorang pemandu itu memakai rok, jilbabnya menutupi dada, pokoknya akhwat banget deh….sedangkan akhwat tersebut memakai celana jeans tetapi jilbabnya menutupi dada.
Setelah tes tertulis, saya diminta mewawancari akhwat tersebut.
Diawali perkenalan, kemudian tilawah QS Luqman 12-14. Akhwat tersebut membaca al qur’an dengan lancar. Kemudian saya menanyakan hukum-hukum bacaan yang terdapat pada ayat tersebut. Subhanallah, Excellent, dia bisa menjawab semuanya. Bacaan + pengetahuan hukum bacaan akhwat tersebut lebih bagus daripada akhwat lain yang saya wawancara.
Teringat beberapa tahun yang lalu ketika saya dites “mentoring” di fakultas, ada beberapa hukum bacaan al qur’an yang saya tidak bisa menjawabnya. Lalu pemandu saya bilang yang intinya gini,”memang ya, kadang akhwat dengan busana muslimah “gaul” pengetahuannya lebih baik daripada akhwat yang sudah berbusana layaknya “akhwat”, sayangnya mereka tahu ilmunya tapi kadang sulit mengamalkannya.”
Tertohok dan merenung, memang begitu kenyataannya. Entah kenapa hal tersebut mendorong saya untuk semangat mencari ilmu.
Lanjut kisah dengan akhwat yang saya interview. Seperti ngobrol tapi isinya tanya-tanya ^_^...
Untuk interview pertama, saya hanya akan menuliskan pertanyaan dan jawaban pertama yang berkesan bagi saya.
Pertanyaan pertama;”kenapa sih kamu mau jadi pemandu? Dateng kesini jauh-jauh dari rumah, ikut tes tertulis dan wawancara?”
Jawabannya: “saya mau berbagi ilmu sama adik-adik, pengen deket sama mereka mbk, meskipun ilmu saya masih sedikit sekaligus saya juga ingin belajar. Kan ada hadits juga, “Balighul ‘Anni walau aayah (sampaikanlah dariku walah hanya 1 ayat)”
Penggalan jawaban tersebut membuat saya takjub…. Subhanallah
Semoga Allah memberi barakah kepadanya
Mungkin bagi yang sudah tahu biasa-biasa saja dengan jawaban ini, tapi bagi saya jawaban ini luar biasa bagi orang yang dikatakan “akhwat” terhadap orang yang mungkin belum dikatakan “akhwat”. Maksud saya, yang belum dikatakan akhwat tersebut adalah seorang muslimah yang belum berjilbab atau belum berjilbab secara syar’i.
Ketika saya dulu bertanya kepada beberapa “akhwat” yang menurut saya mereka punya kapasitas untuk menyampaikan ilmu yang dia punya, mereka masih enggan menjadi pemandu karena system dalam menyampaikan ilmu tersebut, merasa belum ahli dan kurang pantas, merasa belum PD atau tidak punya bakat menyampaikan.
Sebenarnya dalam menyampaikan ilmu itu sekaligus belajar lagi atau bahkan kita akan dapat ilmu baru. Jadi ingat kajian ustadz Abu Yasir, beliau menyampaikan. Ada dua jalan dalam menuntut ilmu. Yang pertama adalah Shuluuquththariqi al haqiqi dan Shuluuquththariqi al ma’nawii. Apakah itu? Shuluuquththariqi al haqiqi (jalan yang ditempuh secara hakiki) yaitu dalam menuntut ilmu seseorang langsung mendatangi majelis ilmu sedangkan Shuluuquththariqi al ma’nawii (jalan yang ditempuh secara maknawi) yaitu setelah seseorang mencatat kemudian mengulang kembali ilmu yang ia dapat di majelis ilmu, dia menyampaikan kepada orang lain, entah itu di bus, di kelas dsb.
Tidak akan begeser telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanyai empat perkara-salah satunya-tentang apa yang ia amalkan dari ilmunya. HR Tirmidzi
Dari Anas Ahmad: Wajib bagi para penuntut lmu untuk bersemangat menyebarkan ilmu di antara manusia, mengingatkan manusia tentang urusan agama mereka agar tidak lalai dari agama dan tidak bermaksiat.
Semoga Allah menjadikan kita seseorang yang tetap istiqomah dan sabar dalam menuntut ilmu.
Semoga Allah menjadikan kita seorang penuntut ilmu yang bisa mengamalkan ilmunya dan menyebarkan ilmu yang dimiliki. Aamiin…
Interview kedua
Awalnya seperti interview pertama…
Pertanyaan dan jawaban yang membuat saya berkesan adalah pertanyaan keempat.
Pertanyaan keempat: apa sih kelebihan dan kekuranganmu?
Kemudian dia menjawab dengan agak bingung.
Saya berkata:”memang kadang seseorang itu sulit menilai dirinya sendiri ya…”
Dia pun mengakuinya.
Saya berkata lagi: ya udah, kalo gitu kata temen-temen anti dia menilai anti kayak gimana???
Dia pun menjawab dan jawabannya mengalir begitu saja sampai dia menyatakan kekurangannya yaitu moody. Melakukan sesuatu tergantung mood. Tidak dipungkiri, kayaknya sebagian besar akhwat seperti itu ( Moody ).
Entah kenapa tiba-tiba saya bertanya gini, “yang membuat moodnya baik apa dek?”
Dia terdiam sejenak dan berkata:”Orang tua mbk…”
Saya masih mencerna jawabannya, “orang tua???”
Tiba-tiba raut mukanya berubah, akhirnya saya bisa mencerna jawabannya dengan melihat matanya yang berkaca-kaca. Masyaallah…
Dia menahan tangis dan agak susah bekata-kata.
Saya menanggapi jawaban tersebut: “ wabil walidaini ihsanaa. Berbaktilah kepada orang tua…iya dek, kalo misalnya minta didoain orang tua agar lancar dalam melakukan aktivitas kita, orang tua bilang gini : nggak kamu minta didoain, bapak ibu udah ngedoain kamu semoga apa yang kamu inginkan tercapai, aktivitasmu lancar…”T_T
Emang ya, kasih orangtua sepanjang jalan. Kasih anak sepanjang galah.
Kita sebagai wanita selama masih diberi kesempatan hidup hendaknya berusaha berbakti kepada orang tua, berusaha membahagiakan mereka. Mungkin jika sudah waktunya umur sekian tahun nanti, jika sudah punya suami, bakti pertama kita terhadap suami kita. Kalau laki-laki tetep yang harus didahulukan ibu, orang tua mereka meskipun sudah punya istri. (Dalam hati: hadeuh keceplosan, yang saya wawancara anak 2011, kok malah nyangkut kayak ginian???)
Tidak disangka, statement saya membuat dia bertanya dan penasaran. (Jadi bingung sendiri…)
“Gitu ya mbk? Saya baru tahu kalo sudah nikah bakti pertama sama suami, bukan sama orang tua lagi?”
“ya gitu dek…”
“Tanya mbk, kalo misalnya suami dan ibu berbeda pendapat, kita ngikutin yang mana?”
“tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan terhadap makhluk, kalo suaminya menyuruh yang baik dan keputusannya itu baik, ya ikuti suami dek…”
“kalo pendapat tersebut sama-sama baik gimana mbk???”
Bingung.com …”ada hadits yang isinya gini, wanita yang mengerjakan sholat lima waktu, berpuasa pada bulan ramadhan, menjaga kemaluan, mentaati suaminya, Allah berkata kepadanya “masuklah surga dari pintu mana saja yang engkau suka.” Sebaiknya mentaati suaminya kalo itu dalam kebaikan. Nanti bisa dijelaskan ke ibunya dengan baik. Gitu….”
Jadi membuat harus banyak belajar lagi, harus bisa menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi.
Singkat cerita, interview selesai setelah ada adegan mengharukan karena inget orang tua.
Setelah interview kedua selesai, si dia masih duduk ditempatnya. Lalu pindah ke kursi lain dan akhirnya mendekati saya.
“Mbk aku mau tanya-tanya boleh?”
“boleh, apa?”
“mbk tadi kan nyuruh baca surat Luqman, emang kenapa mbk? Luqman itu siapa sih mbk?”
“ setau mbk, Luqman itu seorang budak hitam yang mengajarkan kepada anaknya untuk tidak menyekutukan Allah,berbuat baik kepada orang tuanya. Namanya diabadikan Allah dalam al qur’an karena ilmunya.”
“Luqman hidup di zaman siapa mbk? Kenapa nggak Abu bakar as sidiq yang diabadikan namanya dalam Al qur’an? Kan dia juga berdakwah gitu…”
“??? Wallahu a’lam, itu kehendak Allah dek. Mbk belum tau Luqman hidup pada zaman siapa. Apa shahabat ya? Coba nanti cari kisahnya dulu…”
Saya dan dia ngobrol beberapa hal, yang entah kenapa bisa mengalir begitu saja.
Poin penting dari semua interview adalah semangat menuntut ilmu, semangat memperbaiki diri, semangat berdakwah. Pokoknya semangat yang baik-baik deh…
18 Juni 2012
Green room, baitii jannati
Ja’far bin Muhammad: hati itu bagaikan tanah, ilmu itu bagaikan tanamannya dan mengulang-ulang bagaikan air siramannya, maka apabila tanah tidak mendapatkan air siramannya tentu tanamannya akan layu
Sesungguhnya ilmu itu hilang karena lupa dan karena tidak diulang-ulang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar