Kamis, 24 Maret 2011

Agar bacaan Al Qur'an melekat

Agar Al-Qur’an memberi bekas ke dalam hati, ada adab-adab yang perlu Anda perhatikan saat membacanya. Berikut ini beberapa adab yang bisa Anda lakukan.

1. Pilihlah waktu yang terkategori waktu Allah ber-tajalli kepada hamba-hamba-Nya. Di saat itu rahmat-Nya memancar. Bacalah Al-Quran di waktu sepertiga terakhir malam (waktu sahur), di malam hari, di waktu fajar, di waktu pagi, dan di waktu senggang di siang hari.

2. Pilih tempat yang sesuai. Misalnya, di masjid atau sebuah ruangan di rumah yang dikosongkan dari gangguan dan kegaduhan. Meski begitu, membaca Al-Qur’an saat duduk dengan orang banyak, di kendaraan, atau di pasar, dibolehkan. Hanya saja kondisi seperti itu kurang maksimum untuk memberi bekas di hati Anda.

3. Pilih cara duduk yang sesuai. Sebab, Anda sedang menerima pesan Allah swt. Jadi, harus tampak ruh ibadahnya. Harus terlihat ketundukan dan kepasrahan di hadapan-Nya. Arahkan wajah Anda ke kiblat. Duduk terbaik seperti saat tasyahud dalam shalat. Jika capek, silakan Anda mengubah posisi duduk. Tapi, dengan posisi yang menunjukkan penghormatan kepada Kalam Allah.

4. Baca Al-Qur’an dalam keadaan diri Anda suci secara fisik. Harus suci dari jinabah. Bila Anda wanita, harus suci dari haid dan nifas. Berwudhulah. Tapi, Anda boleh membaca atau menghafal Al-Qur’an tanpa wudhu. Sebab, tidak ada nash yang mensyaratkan berwudhu sebagai syarat sah membaca Al-Qur’an. Bahkan, para ulama menfatwakan boleh membaca Al-Qur’an bagi wanita yang belajar dan mengajarkan Al-Qur’an saat ia sedang haid atau nifas dengan alasan darurat.

5. Sucikan semua indera Anda -lidah, mata, telinga, hati– yang berhubungan dengan tilawah Al-Qur’an dari perbuatan maksiat. Sesungguhnya Al-Qur’an itu seperti hujan. Batu tidak akan menyerap air hujan. Air hujan hanya berinteraksi dengan lahan yang siap menyerap segala keberkahan. Jadi, jangan Anda bungkus lidah, mata, telinga, dan hati dengan lapisan masiat, dosa, dan kemunkaran yang kedap dari limpahan rahmat membaca Al-Qur’an.

6. Hadirkan niat yang ikhlas hanya kepada Allah swt. Dengan begitu tilawah yang Anda lakukan akan mendapat pahala. Ketahuilah, amal dinilai berdasarkan niat. Sedangkan ilmu, pemahaman, dan tadabbur adalah nikmat dan rahmat yang murni dari Allah. Dan rahmat Allah tidak diberikan kepada orang yang hatinya bercampur aduk dengan niat-niat yang lain.

7. Berharaplah akan naungan dan lindungan Allah swt. seperti orang yang kapalnya sedang tenggelam dan mencari keselamatan. Dengan perasaan itu Anda akan terbebas dari rasa memiliki daya dan upaya, ilmu, akal, pemahaman, kecerdasan, serta keyakinan secara pasti. Sebab, kesemuanya itu tidak akan berarti tanpa Allah swt. menganugerahkan tadabbur, pemahaman, pengaruh, dan komitmen untuk beramal kepada diri Anda.

8. Bacalah isti’adzah dan basmalah. “Apabila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (An-Nahl: 98). Basmalah dibaca saat awal membaca surat di awal, kecuali surat At-Taubah. Membaca basmalah juga dianjurkan saat Anda membaca Al-Qur’an di tengah surat dan ketika Anda memutus bacaan karena ada keperluan kemudian meneruskan bacaan Anda. Membaca basamalah adalah tabarruk (mencari berkah) dan tayammun (mencari rahmat) dengan menyebut nama Allah swt.

9. Kosongkan jiwa Anda dari hal-hal yang menyita perhatian, kebutuhan, dan tuntutan yang harus dipenuhi sebelum membaca Al-Qur’an. Jika tidak, semua itu akan terbayang saat Anda membaca Al-Qur’an. Pintu tadabbur pun tertutup. Jadi, selesaikan dulu urusan Anda jika sedang lapar, haus, pusing, gelisah, kedinginan, atau ingin ke toilet. Setelah itu, baru baca Al-Qur’an dengan haqul tilawah.

10. Saat membaca, batasi pikiran Anda hanya kepada Al-Qur’an saja. Pusatkan pikiran, buka jendela pengetahuan, dan tadabburi ayat-ayat dengan sepenuh jiwa, perasaan, cita rasa, imajinasi, pemikiran, dan bisikan hati. Dengan begitu, Anda akan merasakan limpahan rahmat dan lezatnya membaca Al-Qur’an.

11. Hadirkan kekhusyu’an. Menangislah saat membaca ayat-ayat tentang azab. Hadirkan azab itu begitu nyata dalam penglihatan Anda dengan menyadari dosa-dosa dan maksiat yang masih lekat dengan diri Anda. Jika Anda tidak mampu berbuat seperti itu, tangisilah diri Anda yang tidak mampu tersentuh dengan ayat-ayat yang menggambarkan kedahsyatan azab neraka.

12. Rasakan keagungan Allah swt. Yang Mahabesar yang dengan kemurahannya memancarkan nikmat dan anugerah-Nya kepada Anda. Pengagungan ini akan menumbuhkan rasa takzim Andfa kepada Allah dan Kalam-Nya. Dengan begitu interasi, tadabbur, dan tarbiyah Anda dengan Al-Qur’an akan memberi bekas, makna, hakikat, pelajaran, dan petunjuk yang sangat luar biasa manfaatnya.

13. Perhatikan ayat-ayat untuk ditadabburi. Pahami maknanya. Resapi hakikat-hakikat yang terkandung di dalamnya. Kaitkan juga dengan berbagai ilmu, pengetahuan, dan pelajaran yang bisa menambah pengayaan Anda tentang ayat-ayat tersebut. Inilah tujuan tilawah. Tilawah tanpa tadabbur, tidak akan melahirkan pemahaman dan memberi bekal apa pun pada Anda. Al-Qur’an hanya sampai di tenggorokan Anda. Tidak sampai ke hati Anda.

14. Hanyutkan perasaan dan emosi Anda sesuai dengan ayat-ayat yang Anda baca. Bergembiralah saat membaca kabar gembira. Takutlah saat membaca ayat peringatan dan tentang siksaan. Buka hati saat membaca ayat tentang perintah beramal. Koreksi diri saat bertemu tilawah Anda membaca sifar-sifat orang munafik. Resapi ayat-ayat yang berisi doa. Dengan begitu hati Anda hidup dan bergetar sesuai dengan sentuhan setiap ayat. Inilah ciri orang beriman yang sejati dengan imannya (Al-Anfal: 2).

15. Rasakan bahwa diri Anda sedang diajak berbicara Allah swt. lewat ayat-ayat-Nya. Berhentilah sejenak saat bertemu dengan ayat yang didahului dengan kalimat “Wahai orang-orang yang beriman…, hai manusia….” Rasakan setiap panggilan itu hanya untuk Anda. Dengan begitu lanjutan ayat yang berisi perintah, larangan, teguran, peringatan, atau arahan akan dapat Anda respon dengan baik. Kami dengar dan kami taat. Bukan kami dengarin lalu kami cuekin.

Oleh: Mochamad Bugi

"AKU BUKAN SALAFI"

“Kalau Salafi itu berarti berkata-kata kasar, mudah menuduh sesama muslim sebagai ahli bid’ah, mudah menganggap bahwa hanya diri sendiri salafi sementara salafi lain adalah palsu, maka saksikanlah SAYA BUKAN SALAFI.”

Sebuah kalimat di atas bukan murni ungkapan dan tulisan saya sendiri walaupun mewakili apa yang ingin saya ungkapkan. Tetapi itu adalah penggalan kalimat dari BAB sebuah buku yang saya baca. Kenapa saya baca buku tersebut????

Saat bertemu dengan “adik kelas” saya karena sebuah urusan, sebenarnya Cuma 5 menit saja urusan itu sudah selesai. Tetapi karena ada tawaran untuk mampir ke rumahnya, saya menyetujuinya. Sudah lama tidak ngobrol berdua.

Di rumahnya, kami bercerita tentang keadaan diri masing-masing. Termasuk bercerita tentang keadaan lingkungan yang saya tempati. Dari sekian banyak kalimat yang telah diceritakan, dia bertanya: ”Salafi menurut mbk apa sih?” saya jawab aja, orang yang mengikuti para salaf. Beramal dengan pedoman al qur’an dan as sunnah sesuai pemahaman salafushshaleh.

“Ooo….gitu….menurut mbk, arti salafi itu apa yang seperti anti sampaikan. Tapi ada beberapa orang yang mengartikan beda lho…”.

“maksudnya????”

“salafi menurut mereka bisa berbeda dengan menurut kita. Menurut mereka, salafi itu ya kayak mereka.”

“??????, bingung aku.”

“coba baca buku NASIHAT SALAF UNTUK SALAFI terbitan Wafa press, aku pernah baca.”

“ceritain dikit donk…”

“Baca Sendiri aja…”

Beberapa saat kemudian saya pun berpamitan pulang. Dengan penuh rasa ingin tahu, saya ingin segera menemukan dan membaca buku tersebut.

Qadarullah…setelah hunting kesana-kemari, saya belum bisa menemukan buku tersebut. Teringat waktu saya ke rumah my love sister, saya pernah membaca judul buku yang ada kata salafi nya. Saya putuskan untuk ke rumah beliau dan mencari judul buku tersebut. Akhirnya di rak buku saya temukan buku dengan judul AKU BUKAN SALAFI ?karya Abu Umar Basyier.

Lembaran demi lembaran buku saya baca, dengan bahasa yang cukup ringan, membuat saya mengerti apa sih salafi itu….

Apakah salafi istilah bid’ah? Apakah salafi itu pergerakan? Apakah kita wajib menyebut diri kita sebagai Salafi??

Pertanyaan itu ada bahasannya di buku AKU BUKAN SALAFI? Yah…cukup membuat pikiran saya sedikit terbuka…

Ingin tau juga kah? Silakan baca buku tersebut… ada rekomendasi buku lain yaitu Potret dunia salaf dan Untukmu yang Berjiwa Hanif…

Bisa dikatakan promosi…^_^

Promosi untuk mendapatkan ilmu….OK,…

Semangat mencari ilmu…

“al ‘ilmu qablal qauli wal ‘amali…”

Nasehat Untuk Thullabul Ilmi

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasul-Nya Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya. Amma ba’du: Tidak diragukan lagi bahwa menuntut ilmu termasuk dari ibadah (taqarrub) yang paling utama dan merupakan sebab-sebab keberuntungan meraih syurga serta kemuliaan bagi siapa yangmengamalkannya.



Termasuk dari perkara yang paling penting dalam hal ini adalah ikhlas dalam menuntutnya, yaitu hendaknya menuntut ilmu itu karena Allah, bukan karena tujuan yang lain. Karena hal itu adalah jalan untuk mendapat manfaat dari ilmu dan diberi taufik untuk meraih tingkatan-tingkatan yang tinggi, baik di dunia maupun di akhirat.

Telah disebutkan dalam hadits dari Nabi Salallahu Alaihi Wasalam, bahwa beliau bersabda:



“Barang siapa menuntut ilmu yang seharusnya dicari hanya karena mengharap wajah Allah lalu ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan tujuan duniawi, maka ia tidak akan mencium bau syurga pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Dawud dengan sanad hasan).

Dan Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad yang ada kelemahan didalamnya dari Nabi Salallahu Alaihi Wasalam bahwa beliau bersabda:

“Barang siapa menuntut ilmu untuk berdebat dengan para ulama atau menyelisihi orang-orang bodoh atau untuk memalingkan wajah-wajah manusia kepadanya, maka Allah akan memasukkannya kedalam neraka.” (HR. Tirmidzi)

Maka saya wasiatkan kepada setiap penuntut ilmu dan setiap muslim yang membaca pesan ini agar mengikhlaskan niat karena Allah dalam semua perbuatan (amal) sebagai pengamalan dari firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (QS.Al-Kahfi (18): 110).

Dan dalam shahih Muslim dari Nabi Salallahu Alaihi Wasalam, bahwa beliau bersabda:

“Allah ‘‘Azza Wa Jalla berfirman,’ Aku adalah serikat yang paling kaya dan tidak butuh dengan serikat barang siapa yang melakukan suatu amal dia menyekutukan Aku dengan selain-Ku didalamnya, maka Aku tinggalkan ia dan sekutunya.”(HR. Muslim).

Sebagaimana saya wasiatkan kepada setiap penuntut ilmu dan setiap muslim agar takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menyadari bahwa Dia selalu mengawasinya dalam setiap urusan, hal ini merupakan pengamalan dari firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (QS. Al-Mulk (67): 12).

Dan firman-Nya: (QS. Ar-Rahman (55): 46).

Dan telah berkata sebagian salaf, “ Kepala ilmu itu ialah takut kepada Allah.”

Dan berkata pula Abdullah bin Mas’ud ra, “Cukuplah takut kepada Allah itu suatu ilmu, dan cukuplah tertipu (tidak takut) dengan-Nya itu suatu kebodohan.”

Sebagian salaf yang lain berkata, “Barang siapa yang kepada Allah dia lebih mengenal, niscaya terhadap-Nya ia lebih takut.”

Sebagai dalil yang membenarkan ungkapan tersebut ialah sabda Nabi Salallahu Alaihi Wasalam kepada para sahabatnya:

“Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah diantara kalian.”

Maka semakin kuat ilmu seorang hamba terhadap Allah, niscaya hal itu akan menjadi sebab kesempurnaan ketakwaan dan keikhlasannya serta berhentinya seorang hamba pada hudud (batasan-batasan Allah) dan kewaspadaannya dari maksiat-maksiat. Oleh karena itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: (QS. Faathir (35): 28).

Maka orang-orang yang berilmu tentang Allah dan agama-Nya mereka adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah serta paling lurus dalam dien-Nya, diatas mereka semua itu adalah para Nabi dan rasul Alaihi Salam, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan.

Oleh karena itu Nabi Salallahu Alaihi Waslaam memberitahu bahwa termasuk dari tanda-tanda kebahagiaan adalah jika Allah memahamkan seorang hamba-Nya terhadap dien-Nya, maka bersabda Rasulullah Salallahu Alaihi Waslam:

“Barangsiapa yang Allah menghendaki kebaikan baginya niscaya Dia fahamkan orang itu tentang dien.” (HR.Bukhari dan Muslim -dari sahabat Mu’awiyah RadhiallahuAnhu-)

Hal itu tidak lain karena kepahaman tentang dien akan mendorong sesorang untuk mengerjakan perintah-perintah Allah, takut kepada-Nya, mengerjakan apa yang difardhukan oleh-Nya dan hati-hati dari kemurkaan-Nya serta menuntunnya kepada akhlak-akhlak yang mulia, amal-amal yang baik dan nasehat (menunaikan hak-hak) Allah serta hamba-hamba-Nya.

Maka saya mohon kepada Allah ‘Azza Wa Jalla aga Dia berkenan mengaruniakan kepada kita, para penuntut ilmu dan seluruh kaum muslimin kepahaman tentang dien-Nya dan istiqamah diatasnya serta melindungi kita semua dari keburukan-keburukan diri kita dan kejelekan-kejelekan amal kita. Sesungguhnya Dia-lah yang paling layak dan maha berkuasa atas hal itu.

Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam atas hamba dan rasul-Nya Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

Tawshiyat

Beberapa wasiat yang sering diulang-ulang oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah [2]

Wasiat-wasiat Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah sangat banyak dan berbeda-beda, tergantung kondisi dan orang-orang yang dinasehati. Akan tetapi ada beberapa wasiat-wasiat tertentu yang beliau sering mengulang-ulangnya, baik dalam sambutan-sambutannya, ceramah-ceramahnya, surat-suratnya maupun nasehat-nasehat secara lisan kepada beberapa orang. Di antara wasiat-wasiat tersebut ialah :
Wasiat untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Memberikan perhatian terhadap Al-Qur’an Al Karim, baik dengan menghafalnya, mentadabburinya, berhukum dengannya dan mengamalkannya.
Memberikan perhatian terhadap As-Sunnah, mengamalkannya dan menghafal apa yang mudah darinya.
Bersungguh- sungguh dalam berdakwah menyeru manusia kepada Allah, amar ma’ruf dan nahi munkar serta bersabar atasnya
Memberikan perhatian terhadap kitab-kitab aqidah, beliau berwasiat untuk menghafal apa yang mudah darinya seperti Aqidah wasithiyah, Risalah at Tadmuriah dan selainnya dari kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah; dan Kitab tauhid, Tsalatsatul Ushuul serta Kasyfu Asy-Syubuhat karya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
berwasiat untuk membaca kitab-kitab hadits, seperti : Bukhari, Muslim dan kitab-kitab sunnah serta musnad yang lainnya dan menghafal apa yang mudah darinya seperti : ‘Umdatul Ahkam karya Al Maqdisi rahimahullah, Bulughul Maram karya Ibnu Hajar rahimahullah dan Al Arba’in An Nawawiyah karya An Nawawi rahimahullah beserta pelengkapnya karya Ibnu Rajab rahimahullah.
Berwasiat untuk menjaga persatuan kalimat kaum muslimin dan peringatan untuk menjauhi perpecahan dan perselisihan.

[1] Dikutip dari kitab Jawaanib Min Siirati Al Imam Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, oleh Syaikh Muhammad bin Musa al Musa. Hlm. 427

[2] Dikutip dari kitab Jawaanib Min Siirati Al Imam Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, oleh Syaikh Muhammad bin Musa al Musa. Hlm. 429